Senin, 05 Oktober 2015

Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia (Koentjaraningrat)

Mendefinisikan Faktor-faktor Mental
1) Sistem Nilai Budaya dan Sikap
Faktor-faktor mental adalah pengetahuan mengenai sistem nilai budaya atau cultural value system dan mengenai sikap atau attitude. Sistem nilai budaya itu merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan tak berharga dalam hidup.
      
Suatu contoh dari suatu unsur nilai budaya yang bisa merintangi pembangunan ekonomi adalah misalnya konsepsi yang menilai tinggi masa yang lampau saja, tetapi meremehkan peninjau terhadap masa depan. Suatu sikap merupakan kecondongan yang berasal dari dalam diri si individu untuk berkelakuan dengan suatu pola tertentu, terhadap suatu objek berupa manusia, hewan atau benda, akibat pendirian dan perasaannya terhadap objek tersebut. (Elok Paikoh - 155040101111013)

Contoh sikap yang bisa merintangi pembangunan ekonomi adalah sikap segan terhadap tiap-tiap tugas yang membutuhkan bekerja dengan tangan, dan karena itu lebih suka untuk bekerja sebagai pegawai di belakang meja tulis saja.

Suatu nilai-budaya juga bisa mempengaruhi tindakan manusia secara langsung dan menyebabkan timbulnya pola-pola cara berpikir yang tertentu pada si individu yang bersangkutan. Untuk menyebut suatu contoh: ada nilai budaya yang menganggap penting konsepsi bahwa dalam kehidupan masyarakat itu orang amat tergantung kepada sesamanya, dan karena itu orang harus selalu ingat terhadap sesamanya, contohnya sesorang akan memberi suguhan lebih pada tetangganya hingga mungkin melebihi batasan kemampuannya saat ia ada pesta atau acara, dan mereka berpikiran bahwa suatu saat nanti mereka yang dijamu akan membalas, sehingga tidak apa mereka mengeluarkan banyak biaya.

Sikap yang merupakan kecondongan untuk bereaksi bisa juga secara langsung mempengaruhi tindakan. Misalnya seseorang yang mencari alasan untuk membenarkan tindakan-tindakan yang dilakukannya. Dipandang dari sudut apa yang terurai di atas maka baik nilai-budaya maupun sikap bisa mempengaruhi tindakan manusia baik secara langsung, maupun melalui pola-pola cara berpikir. Suatu sistem nilai budaya itu terperinci lagi ke dalam apa yang disebut norma-norma dan norma-norma. Bentuk yang nyata dari norma-norma itu bermacam-macam; ada yang berbentuk undang-undang, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, aturan-aturan adat, aturan-aturan sopan santun pergaulan dan sebagainya, masing-masing dengan fungsi-fungsinya sendiri guna mengatur kehidupan kemasyarakatan yang kompleks itu. (Fijanatin Alya – 155040101111011)


(2) Kerangka untuk Menuju Sistem Nilai Budaya
Kerangka dapat dipakai untuk meninjau secara menyeluruh kemungkinan-kemungkinan isi dari sistem nilai budaya dalam suatu kebudayaan. Kerangka yang diajukan F.R. Kluckhon dan ahli sosiologi F.L.Strodtbeck dalam buku Variation in Value Orientation (1961) berpangkal pada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam semua budaya di dunia, yaitu:
1. Masalah mengenai hakikat dan sifat hidup manusia
2. Masalah mengenai hakikat dari karya manusia
3. Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu
4. Masalah mengenai hakikat dari hunungan manusia dengan alam sekitarnya
5. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya.
(Farida Arhum Ardyani-155040101111010)

(3)  Ciri-ciri  Mental  Manusia  Indonesia  Asli
Rakyat Petani dan Mentalitasnya. Karena sebagian besar dari rakyat Indonesia adalah rakyat petani sejak berabad-abad lamanya, maka tak mengherankan bahwa cara berpikir yang paling asli itu adalah seperti cara berpikir rakyat petani. Sistem ekonomi dalam masyarakat petani itu berdasarkan pertanian (bercocok tanam, peternakan, atau perikanan) yang menghasilkan pangan dengan teknologi yang sederhana dan dengan kesatuan-kesatuan produksi yang tidak berspesialisasi.

Adapun watak dari petani yang hidup dalam masyarakat pedesaan itu, menurut para ahli dari abad ke-19 yang lalu, dijiwai oleh maksud serba rela, atau wesenwille dalam pergaulan (Tonnies, 1887); sedangkan menurut ahli seperti Boeke, orang petani tidak suka bekerja, bersifat statis, tak mempunyai inisiatif, dan hanya suka membebek saja kepada orang-orang tinggi dari kota.

Satu abad yang lalu, kontras antara masyarakat pedesaan dan masyarakat kota itu masih amat menonjol, tetapi dalam jangka waktu itu masyarakat pedesaan tidak tinggal statis, sehingga banyak unsur-unsur masyarakat kota masuk ke daerah pedesaan, dan banyak orang desa yang berurbanisasi membawa ciri-ciri dan terutama mentalitet pedesaan ke kota.

Sistem nilai budaya petani atau peasant values merupakan suatu konsep yang nyata dan ada tidak hanya pada orang petani di desa, tetapi masih juga pada orang-orang yang sudah lama di kota. Untuk tidak menimbulkan salah paham, maka kita hindari kata masyarakat petani, tetapi bicara tentang sistem nilai budaya dalam "orde sosial" petani.

Cara berpikir dan mentalitet rakyat petani di Indonesia itu telah sejak lama menjadi perhatian para ahli, terutama para ahli hukum adat Indonesia. Pertama-tama F.D.E. van Ossenbruggen (1911; 1916), kemudian J. Mallinckrodt (1928), Sukamto (1933) dan N.W. Lesquillier (1934). Dalam analisa mereka, semua ahli tersebut bicara tentang adanya suatu sifat religiomagis yang menghinggapi cara berpikir rakyat petani di daerah pedesaan di Indonesia itu, dan beberapa di antara mereka telah menghubungkan mentalitet serupa itu dengan kelakuan ekonomis dari rakyat petani di beberapa tempat di Indonesia (Kruyt, 1923; Ossenbruggen, 1935).

Orang petani di desa itu tidak selalu berbuat seaneh seperti apa yang dilukiskan oleh Kruyt dan Ossenbruggen dulu, tetapi bisa juga berbuat berdasarkan cara berpikir yang rasional, dengan logika yang berdasarkan akal sehat; hanya hal yang harus diperhatikan adalah sistem nilai budaya, yang seperti apa yang telah terurai dalam Bab I di atas, mempengaruhi baik sikap maupun pola-pola tindakan mereka.(Safira Kartikasari-155040101111012)

Sistem nilai budaya dari semua rakyat petani di  beberapa daerah di Indonesia tidak sama, terdapat variasi-variasi antara sistem nilai budaya dari orang petani di Aceh, di tanah Batak, di tanah Minangkabau, Jawa Barat, di Jawa Tengah, di Kalimantan, di Makasar, dan di Irian Jaya. Berdasarkan dengan yang kita ketahui tentang kehidupan masyarakat pedesaan, kita dapat mencoba menyusun perkiraan berdasarkan kesan mengenai sistem nilai budaya petani di Indonesia berdasarkan kerangka Kluckhohn.
a. Hakikat Hidup
Mentalitas yang beranggapan bahwa hidup itu buruk, tetapi diikhtiarkan menjadi sesuatu hal yang baik dan menyenangkan, adalah suatu hal yang cocok untuk pembangunan karena ikhtiar dan usaha merupakan sendi-sendi penting dari segala aktivita berproduksi.
b. Hakikat Karya
Nilai budaya yang menganggap bahwa manusia bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup saja tidaklah cocok untuk pembangunan ekonomi. Mentalitas yang lebih cocok untuk pembangunan adalah mentalitas yang memiliki pandangan yang menilai tinggi karya untuk mencapai suatu kedudukan yang dapat menghasilkan lebih banyak kerja lagi.
c. Hakikat Kedudukan Manusia dalam Ruang Waktu
Mentalitas yang hanya berorientasi pada hari sekarang dan kurang memperhitungkan hari depan, tidak cocok untuk pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena pembangunan yang hendak berhasil baik dibutuhkan perencanaan dan kemampuan untuk melihat apa yang akan terjadi di hari depan.(Yuliana Kristanti – 155040101111009)
d. Hakikat Hubungan Manusia dengan Alam
Mentalitas berusaha mencari keselarasan dengan alam secara tidak langsung menghambat pembangunan ekonomi. Mentalitas yang sebenarnya paling cocok dengan pembangunan ekonomi adalah mentalitas yang berusaha menguasai alam, karena hal tersebut merupakan pangkal dari semua inovasi dan kemajuan teknologi, sedangkan kemajuan teknologi merupakan salah satu syarat primer bagi pembangunan ekonomi.
e. Hakikat Hubungan Manusia dengan Sesamanya
Mentalitas yang berdasarkan jiwa gotong-royong tidak mempunyai atau sedikit berpengaruh terhadap pembangunan, bisa juga menghambat pembangunan. Gotong-royong mengandung tiga tema pemikiran, ialah: (1) orang harus sadar bahwa dalam hidupnya ia selalu tergantung terhadap sesamanya sehingga harus memelihara hubungan baik dengan sesamanya, (2) orang harus sedia membantu sesamanya, (3) orangharus bersifat konform.

Tema pemikiran yang pertama tidak bersifat menghambat pembangunan karena pikiran itulah yang memberikan suatu perasaan aman dalam hidup kita, suatu kehidupan di alam dunia ini. Tema pemikiran yang kedua terwujud ke dalam sedikit dua macam pranata sosial, ialah sistem tolong menolong dan kewajiban kerja bakti. Sistem tolong menolong dalam masyarakat pedesaan itu bisa terwujud kalau ada kecelakaan atau kematian, kalau ada keperluan dalam kalangan rumah tangga. Sebaliknya mengenai tolong menolong dalam produksi pertanian, para petani merasakan bahwa itu adalah suatu metode pengerahan tenaga yang mempunyai banyak segi negatif, sehingga menjadi suatu penghambat untuk pembangunan dan perubahan dari sistem itu membutuhkan suatu pemikiran yang serius.

Akhirnya, sistem kerja bakti dalam hubungan dengan pembangunan ekonomi mungkin akan berguna dalam tahap-tahap pendahuluan, tenaga massa dapat dikerahkan untuk pekerjaan-pekerjaan kasar dalam pembangunan dan rehabilitasi prasarana.

Tema pemikiran yang ketiga tidak cocok untuk pembangunan ekonomi, karena tidak memberikan perangsang untuk kemajuan. (Dyah Lisna – 155040101111008)

Pertanyaan Diskusi
1. Apa sistem nilai budaya dan sikap itu?
2. Bagaimana sistem nilaibudaya dansikap dapat mempengaruhi pola-pola tindakan manusia dalam masyarakat pada umumnya dan masyarakat petani pada khususnya?
3. Mengapa suatu sistem nilai budaya dansikap tertentu dinilai merintangi pembangunan ekonomi di Indonesia dan di pedesaan/pertanian?
4. Sebutkan dan jelaskan beberapa (lima atau lebih) orientasi nilai budaya dansikap yang dinilai merintangi pembangunan ekonomi di Indonesi pada umumnya dan di pedesaan/pertanian pada khususnya (menurut Koentjaraningrat atau Kluckhon dan Strodtbeck)!
5. Sebutkan dan jelaskan beberapa (lima tau lebih) orientasi nilai budaya dan sikap yang dinilai mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia pada umumnya dan di pedesaan/pertanian pada khususnya (menurut Koentjaraningrat atau Kluckhon dan Strodtbeck)!

Jawaban Diskusi
1. Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjadi pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.

2. Karena suatu sistem nilai budaya yang telah dipegang teguh oleh suatu masyarakat akan mendarah daging pada dirinya sehingga setiap apaun tindakannya akan dipengaruhi oleh nilai tersebut baik secara sadar ataupun tidak sadar. Hal tersebut tidak dapat dihilangkan atau digantikan dengan cepat karena nilai tersebut ada dari suatu kebiasaan yang dipegang teguh dalam suatu masyarakat tang mempengaruhi pola piker dan tingkah laku mereka. Dalam pertanian, masyarakat petani sudah sangat terbiasa dengan banyaknya nila-nilai yang berkembang dan dijalankan diantara mereka, terutam petani Jawa yang bahkan dalam kegiatan tanam-menanamnya dipengaruhi oleh suatu sistem nilai atau kebiasaan, seperti dalam penentuan awal tanam dengan perdukunan atau penghitungan dengan kalender Jawa yang masih diterapkan hingga saat ini.

3. Apabila dalam masyarakat muncul nilai (budaya) serta kebiasaan-kebiasaan baru yang akan menggeser kebiasaan-kebiasaan lama, apalagi sampai menggeser adat kebiasaan yang selama ini telah menjadi pedoman serta aturan yang dipegang teguh secara turun-temurun, maka nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru tersebut akan ditentang, atau bahkan ditolaknya. Misalnya nilai-nilai baru di masyarakat yang mengatakan bahwa upacara hajatan dapat dilaksanakan kapan saja, karena pada hakikatnya semua hari dan bulan itu baik sekalipun dilaksanakan di bulan Suro (Muharram). Sedangkan di Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Jawa ada semacam keyakinan yang telah dipegang teguh karena telah menjadi adat kebiasaan secara turun-temurun, ialah bahwa menyelenggarakan acara hajatan di bulan Suro adalah suatu pantangan (dilarang), sebab jika dilaksanakan akan mendatangkan mara bahaya (bencana), khususnya bagi mereka yang tetap menyelenggarakannya. Dengan demikian, mungkin saja terjadi pertentangan antar masyarakat yang menyebabkan terganggunya kegiatan perekonomian di Indonesia. Sementara dalam pertanian, nilai budaya juga memiliki pengaruh untuk kegiatan perekonomian pertanian, contohnya seperti sistem buruh tani bawon yaitu sistem dimana dalam satu lahan pertanian yang tidak terlalu luas digarap oleh banyak orang yang datang karena sikap gotong-royong atau kekerabatn sehingga membebani petani pemilik lahan karena harus member upah kepada banyak orang. 

4. Lima orientasi nilai budaya dan sikap yang dinilai merintangi pembangunan ekonomi adalah 
a)  Orientasi yang beranggapan bahwa hidup pada hakikatnya buruk, banyak orang yang tidak sanggup melawan kesukaran hidup dan lebih suka menyembunyikan diri karena kesukaran kehidupan masyarakat akhir-akhir ini menjadi terlampau berat sehingga tidak mampu berikhtiar dan memberi perlawanan yang gigih.
b)Nilai budaya yang menganggap bahwa manusia bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, orang yang memiliki nilai budaya seperti ini hanya akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga ketika kebutuhannya terpenuhi ia tidak akan termotivasi untuk lebih meningkatkan kerjanya.
c)Mentalitas yang hanya berorientasi pada hari sekarang dan kurang memperhitungkan hari depan, orientasi ini sangat tidak cocok untuk pembangunan ekonomi karena dalam tiap-tiap usaha ekonomi dibutuhkan perencanaan dan kemampuan untuk melihat apa yang akan terjadi di masa mendatang.
d)Sikap mementingkan rasa tak bergantung kepada sesamanya (berjiwa individualis), sikap ini tentunya menghambat pembangunan ekonomi karena dalam membangun perekonomian dibutuhkan kerjasama antar berbagai pihak.
e)Sikap tunduk terhadap alam, sikap ini merintangi pembangunan ekonomi karena jika manusia tunduk terhadap alam maka manusia tidak akan terdorong untuk lebih mengembangkan dan mengolah sumber daya alam yang ada.

5. Lima orientasi nilai budaya dan sikap yang dinilai mendukung pembangunan ekonomi adalah
a)Orientasi yang mengandung pandangan yang menilai tinggi karya untuk mencapai suatu kedudukan yang dapat menghasilkan lebih banyak kerja lagi.
b)Orientasi ke hari depan, orientasi ini mendukung pembangunan ekonomi karena orientasi ini mempunyai pandangan yang luas dan dapat melakukan perencanaan untuk hari depan.
c)Sikap yang berusaha menguasai alam, sikap ini merupakan pangkal dari semua inovasi dan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi adalah salah satu syarat primer nagi pembangunan ekonomi.
d)Sikap yang beranggapan bahwa hidup itu buruk namun diikhtiarkan menjadi suatu hal yang baik adalah suatu hal yang cocok untuk pembangunan karena ikhtiar dan usaha merupakan sendi-sendi penting dari segala aktivitas berproduksi.
e)Sikap menonjol melebihi yang lain dalam masyarakat, karena prestasi yang besar merupakan sendi dari pembangunan dan kemajuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar