Mendefinisikan Faktor-faktor Mental
1) Sistem Nilai Budaya dan Sikap
Faktor-faktor mental adalah pengetahuan mengenai sistem
nilai budaya atau cultural value system dan mengenai sikap atau attitude.
Sistem nilai budaya itu merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-konsepsi
abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu
masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan tak berharga dalam
hidup.
Suatu contoh dari suatu unsur nilai budaya yang bisa
merintangi pembangunan ekonomi adalah misalnya konsepsi yang menilai tinggi
masa yang lampau saja, tetapi meremehkan peninjau terhadap masa depan. Suatu
sikap merupakan kecondongan yang berasal dari dalam diri si individu untuk
berkelakuan dengan suatu pola tertentu, terhadap suatu objek berupa manusia,
hewan atau benda, akibat pendirian dan perasaannya terhadap objek tersebut.
(Elok Paikoh - 155040101111013)
Contoh sikap yang bisa merintangi pembangunan ekonomi adalah
sikap segan terhadap tiap-tiap tugas yang membutuhkan bekerja dengan tangan,
dan karena itu lebih suka untuk bekerja sebagai pegawai di belakang meja tulis
saja.
Suatu nilai-budaya juga bisa mempengaruhi tindakan manusia
secara langsung dan menyebabkan timbulnya pola-pola cara berpikir yang tertentu
pada si individu yang bersangkutan. Untuk menyebut suatu contoh: ada nilai
budaya yang menganggap penting konsepsi bahwa dalam kehidupan masyarakat itu
orang amat tergantung kepada sesamanya, dan karena itu orang harus selalu ingat
terhadap sesamanya, contohnya sesorang akan memberi suguhan lebih pada
tetangganya hingga mungkin melebihi batasan kemampuannya saat ia ada pesta atau
acara, dan mereka berpikiran bahwa suatu saat nanti mereka yang dijamu akan
membalas, sehingga tidak apa mereka mengeluarkan banyak biaya.
Sikap yang merupakan kecondongan untuk bereaksi bisa juga
secara langsung mempengaruhi tindakan. Misalnya seseorang yang mencari alasan
untuk membenarkan tindakan-tindakan yang dilakukannya. Dipandang dari sudut apa
yang terurai di atas maka baik nilai-budaya maupun sikap bisa mempengaruhi
tindakan manusia baik secara langsung, maupun melalui pola-pola cara berpikir.
Suatu sistem nilai budaya itu terperinci lagi ke dalam apa yang disebut
norma-norma dan norma-norma. Bentuk yang nyata dari norma-norma itu
bermacam-macam; ada yang berbentuk undang-undang, peraturan-peraturan,
ketetapan-ketetapan, aturan-aturan adat, aturan-aturan sopan santun pergaulan
dan sebagainya, masing-masing dengan fungsi-fungsinya sendiri guna mengatur
kehidupan kemasyarakatan yang kompleks itu. (Fijanatin Alya – 155040101111011)
Kerangka dapat dipakai untuk meninjau secara menyeluruh
kemungkinan-kemungkinan isi dari sistem nilai budaya dalam suatu kebudayaan.
Kerangka yang diajukan F.R. Kluckhon dan ahli sosiologi F.L.Strodtbeck dalam
buku Variation in Value Orientation (1961) berpangkal pada lima masalah pokok
kehidupan manusia dalam semua budaya di dunia, yaitu:
1. Masalah mengenai hakikat dan sifat hidup manusia
2. Masalah mengenai hakikat dari karya manusia
3. Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam
ruang waktu
4. Masalah mengenai hakikat dari hunungan manusia dengan
alam sekitarnya
5. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan
sesamanya.
(Farida Arhum Ardyani-155040101111010)
(3) Ciri-ciri Mental
Manusia Indonesia Asli
Rakyat Petani dan Mentalitasnya. Karena sebagian besar dari
rakyat Indonesia adalah rakyat petani sejak berabad-abad lamanya, maka tak
mengherankan bahwa cara berpikir yang paling asli itu adalah seperti cara
berpikir rakyat petani. Sistem ekonomi dalam masyarakat petani itu berdasarkan
pertanian (bercocok tanam, peternakan, atau perikanan) yang menghasilkan pangan
dengan teknologi yang sederhana dan dengan kesatuan-kesatuan produksi yang
tidak berspesialisasi.
Adapun watak dari petani yang hidup dalam masyarakat
pedesaan itu, menurut para ahli dari abad ke-19 yang lalu, dijiwai oleh maksud
serba rela, atau wesenwille dalam pergaulan (Tonnies, 1887); sedangkan menurut
ahli seperti Boeke, orang petani tidak suka bekerja, bersifat statis, tak
mempunyai inisiatif, dan hanya suka membebek saja kepada orang-orang tinggi
dari kota.
Satu abad yang lalu, kontras antara masyarakat pedesaan dan
masyarakat kota itu masih amat menonjol, tetapi dalam jangka waktu itu
masyarakat pedesaan tidak tinggal statis, sehingga banyak unsur-unsur
masyarakat kota masuk ke daerah pedesaan, dan banyak orang desa yang
berurbanisasi membawa ciri-ciri dan terutama mentalitet pedesaan ke kota.
Sistem nilai budaya petani atau peasant values merupakan
suatu konsep yang nyata dan ada tidak hanya pada orang petani di desa, tetapi
masih juga pada orang-orang yang sudah lama di kota. Untuk tidak menimbulkan salah
paham, maka kita hindari kata masyarakat petani, tetapi bicara tentang sistem
nilai budaya dalam "orde sosial" petani.
Cara berpikir dan mentalitet rakyat petani di Indonesia itu
telah sejak lama menjadi perhatian para ahli, terutama para ahli hukum adat
Indonesia. Pertama-tama F.D.E. van Ossenbruggen (1911; 1916), kemudian J.
Mallinckrodt (1928), Sukamto (1933) dan N.W. Lesquillier (1934). Dalam analisa
mereka, semua ahli tersebut bicara tentang adanya suatu sifat religiomagis yang
menghinggapi cara berpikir rakyat petani di daerah pedesaan di Indonesia itu,
dan beberapa di antara mereka telah menghubungkan mentalitet serupa itu dengan
kelakuan ekonomis dari rakyat petani di beberapa tempat di Indonesia (Kruyt,
1923; Ossenbruggen, 1935).
Orang petani di desa itu tidak selalu berbuat seaneh seperti
apa yang dilukiskan oleh Kruyt dan Ossenbruggen dulu, tetapi bisa juga berbuat
berdasarkan cara berpikir yang rasional, dengan logika yang berdasarkan akal
sehat; hanya hal yang harus diperhatikan adalah sistem nilai budaya, yang
seperti apa yang telah terurai dalam Bab I di atas, mempengaruhi baik sikap
maupun pola-pola tindakan mereka.(Safira Kartikasari-155040101111012)
Sistem nilai budaya dari semua rakyat petani di beberapa daerah di Indonesia tidak sama,
terdapat variasi-variasi antara sistem nilai budaya dari orang petani di Aceh,
di tanah Batak, di tanah Minangkabau, Jawa Barat, di Jawa Tengah, di
Kalimantan, di Makasar, dan di Irian Jaya. Berdasarkan dengan yang kita ketahui
tentang kehidupan masyarakat pedesaan, kita dapat mencoba menyusun perkiraan
berdasarkan kesan mengenai sistem nilai budaya petani di Indonesia berdasarkan
kerangka Kluckhohn.
a. Hakikat Hidup
Mentalitas yang beranggapan bahwa hidup itu buruk, tetapi
diikhtiarkan menjadi sesuatu hal yang baik dan menyenangkan, adalah suatu hal
yang cocok untuk pembangunan karena ikhtiar dan usaha merupakan sendi-sendi
penting dari segala aktivita berproduksi.
b. Hakikat Karya
Nilai budaya yang menganggap bahwa manusia bekerja hanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup saja tidaklah cocok untuk pembangunan ekonomi.
Mentalitas yang lebih cocok untuk pembangunan adalah mentalitas yang memiliki
pandangan yang menilai tinggi karya untuk mencapai suatu kedudukan yang dapat
menghasilkan lebih banyak kerja lagi.
c. Hakikat Kedudukan
Manusia dalam Ruang Waktu
Mentalitas yang hanya berorientasi pada hari sekarang dan
kurang memperhitungkan hari depan, tidak cocok untuk pembangunan ekonomi. Hal
ini disebabkan karena pembangunan yang hendak berhasil baik dibutuhkan
perencanaan dan kemampuan untuk melihat apa yang akan terjadi di hari
depan.(Yuliana Kristanti – 155040101111009)
d. Hakikat Hubungan
Manusia dengan Alam
Mentalitas berusaha mencari keselarasan dengan alam secara
tidak langsung menghambat pembangunan ekonomi. Mentalitas yang sebenarnya
paling cocok dengan pembangunan ekonomi adalah mentalitas yang berusaha
menguasai alam, karena hal tersebut merupakan pangkal dari semua inovasi dan
kemajuan teknologi, sedangkan kemajuan teknologi merupakan salah satu syarat
primer bagi pembangunan ekonomi.
e. Hakikat Hubungan Manusia dengan Sesamanya
Mentalitas yang berdasarkan jiwa gotong-royong tidak
mempunyai atau sedikit berpengaruh terhadap pembangunan, bisa juga menghambat
pembangunan. Gotong-royong mengandung tiga tema pemikiran, ialah: (1) orang
harus sadar bahwa dalam hidupnya ia selalu tergantung terhadap sesamanya
sehingga harus memelihara hubungan baik dengan sesamanya, (2) orang harus sedia
membantu sesamanya, (3) orangharus bersifat konform.
Tema pemikiran yang pertama tidak bersifat menghambat
pembangunan karena pikiran itulah yang memberikan suatu perasaan aman dalam
hidup kita, suatu kehidupan di alam dunia ini. Tema pemikiran yang kedua
terwujud ke dalam sedikit dua macam pranata sosial, ialah sistem tolong
menolong dan kewajiban kerja bakti. Sistem tolong menolong dalam masyarakat
pedesaan itu bisa terwujud kalau ada kecelakaan atau kematian, kalau ada keperluan
dalam kalangan rumah tangga. Sebaliknya mengenai tolong menolong dalam produksi
pertanian, para petani merasakan bahwa itu adalah suatu metode pengerahan
tenaga yang mempunyai banyak segi negatif, sehingga menjadi suatu penghambat
untuk pembangunan dan perubahan dari sistem itu membutuhkan suatu pemikiran
yang serius.
Akhirnya, sistem kerja bakti dalam hubungan dengan
pembangunan ekonomi mungkin akan berguna dalam tahap-tahap pendahuluan, tenaga
massa dapat dikerahkan untuk pekerjaan-pekerjaan kasar dalam pembangunan dan
rehabilitasi prasarana.
Tema pemikiran yang ketiga tidak cocok untuk pembangunan
ekonomi, karena tidak memberikan perangsang untuk kemajuan. (Dyah Lisna –
155040101111008)
Pertanyaan Diskusi
1. Apa sistem nilai budaya dan sikap itu?
2. Bagaimana sistem nilaibudaya dansikap dapat mempengaruhi pola-pola tindakan manusia dalam masyarakat pada umumnya dan masyarakat petani pada khususnya?
3. Mengapa suatu sistem nilai budaya dansikap tertentu dinilai merintangi pembangunan ekonomi di Indonesia dan di pedesaan/pertanian?
4. Sebutkan dan jelaskan beberapa (lima atau lebih) orientasi nilai budaya dansikap yang dinilai merintangi pembangunan ekonomi di Indonesi pada umumnya dan di pedesaan/pertanian pada khususnya (menurut Koentjaraningrat atau Kluckhon dan Strodtbeck)!
5. Sebutkan dan jelaskan beberapa (lima tau lebih) orientasi nilai budaya dan sikap yang dinilai mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia pada umumnya dan di pedesaan/pertanian pada khususnya (menurut Koentjaraningrat atau Kluckhon dan Strodtbeck)!
Jawaban Diskusi
1. Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup dalam
masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga
mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai
budaya ini menjadi pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang
memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai
budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara
berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku
anggota-anggota suatu masyarakat.
2. Karena suatu
sistem nilai budaya yang telah dipegang teguh oleh suatu masyarakat akan
mendarah daging pada dirinya sehingga setiap apaun tindakannya akan dipengaruhi
oleh nilai tersebut baik secara sadar ataupun tidak sadar. Hal tersebut tidak
dapat dihilangkan atau digantikan dengan cepat karena nilai tersebut ada dari
suatu kebiasaan yang dipegang teguh dalam suatu masyarakat tang mempengaruhi
pola piker dan tingkah laku mereka. Dalam pertanian, masyarakat petani sudah
sangat terbiasa dengan banyaknya nila-nilai yang berkembang dan dijalankan
diantara mereka, terutam petani Jawa yang bahkan dalam kegiatan
tanam-menanamnya dipengaruhi oleh suatu sistem nilai atau kebiasaan, seperti
dalam penentuan awal tanam dengan perdukunan atau penghitungan dengan kalender
Jawa yang masih diterapkan hingga saat ini.
3. Apabila dalam
masyarakat muncul nilai (budaya) serta kebiasaan-kebiasaan baru yang akan
menggeser kebiasaan-kebiasaan lama, apalagi sampai menggeser adat kebiasaan
yang selama ini telah menjadi pedoman serta aturan yang dipegang teguh secara
turun-temurun, maka nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru tersebut akan
ditentang, atau bahkan ditolaknya. Misalnya nilai-nilai baru di masyarakat yang
mengatakan bahwa upacara hajatan dapat dilaksanakan kapan saja, karena pada
hakikatnya semua hari dan bulan itu baik sekalipun dilaksanakan di bulan Suro
(Muharram). Sedangkan di Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Jawa ada
semacam keyakinan yang telah dipegang teguh karena telah menjadi adat kebiasaan
secara turun-temurun, ialah bahwa menyelenggarakan acara hajatan di bulan Suro
adalah suatu pantangan (dilarang), sebab jika dilaksanakan akan mendatangkan
mara bahaya (bencana), khususnya bagi mereka yang tetap menyelenggarakannya.
Dengan demikian, mungkin saja terjadi pertentangan antar masyarakat yang
menyebabkan terganggunya kegiatan perekonomian di Indonesia. Sementara dalam
pertanian, nilai budaya juga memiliki pengaruh untuk kegiatan perekonomian
pertanian, contohnya seperti sistem buruh tani bawon yaitu sistem dimana dalam satu lahan pertanian yang tidak
terlalu luas digarap oleh banyak orang yang datang karena sikap gotong-royong
atau kekerabatn sehingga membebani petani pemilik lahan karena harus member
upah kepada banyak orang.
4. Lima orientasi nilai budaya dan sikap
yang dinilai merintangi pembangunan ekonomi adalah
a) Orientasi yang
beranggapan bahwa hidup pada hakikatnya buruk, banyak orang yang tidak sanggup
melawan kesukaran hidup dan lebih suka menyembunyikan diri karena kesukaran
kehidupan masyarakat akhir-akhir ini menjadi terlampau berat sehingga tidak
mampu berikhtiar dan memberi perlawanan yang gigih.
b)Nilai budaya yang
menganggap bahwa manusia bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, orang
yang memiliki nilai budaya seperti ini hanya akan bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, sehingga ketika kebutuhannya terpenuhi ia tidak akan
termotivasi untuk lebih meningkatkan kerjanya.
c)Mentalitas yang hanya
berorientasi pada hari sekarang dan kurang memperhitungkan hari depan,
orientasi ini sangat tidak cocok untuk pembangunan ekonomi karena dalam
tiap-tiap usaha ekonomi dibutuhkan perencanaan dan kemampuan untuk melihat apa
yang akan terjadi di masa mendatang.
d)Sikap mementingkan rasa
tak bergantung kepada sesamanya (berjiwa individualis), sikap ini tentunya
menghambat pembangunan ekonomi karena dalam membangun perekonomian dibutuhkan
kerjasama antar berbagai pihak.
e)Sikap tunduk terhadap
alam, sikap ini merintangi pembangunan ekonomi karena jika manusia tunduk
terhadap alam maka manusia tidak akan terdorong untuk lebih mengembangkan dan
mengolah sumber daya alam yang ada.
5. Lima orientasi nilai budaya dan sikap
yang dinilai mendukung pembangunan ekonomi adalah
a)Orientasi yang
mengandung pandangan yang menilai tinggi karya untuk mencapai suatu kedudukan yang
dapat menghasilkan lebih banyak kerja lagi.
b)Orientasi ke hari
depan, orientasi ini mendukung pembangunan ekonomi karena orientasi ini
mempunyai pandangan yang luas dan dapat melakukan perencanaan untuk hari depan.
c)Sikap yang berusaha
menguasai alam, sikap ini merupakan pangkal dari semua inovasi dan kemajuan
teknologi. Kemajuan teknologi adalah salah satu syarat primer nagi pembangunan
ekonomi.
d)Sikap yang beranggapan
bahwa hidup itu buruk namun diikhtiarkan menjadi suatu hal yang baik adalah
suatu hal yang cocok untuk pembangunan karena ikhtiar dan usaha merupakan
sendi-sendi penting dari segala aktivitas berproduksi.
e)Sikap
menonjol melebihi yang lain dalam masyarakat, karena prestasi yang besar
merupakan sendi dari pembangunan dan kemajuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar