Senin, 09 November 2015

Irigasi Subak di Bali

1.        Pendahuluan/sejarah subak
Sejarah subak data dikenali dari peninggalan sejarah seperti prasasti. Subak dimulai dari masa Markandea dari tanah Jawa yang datang ke Bali pada tahun pertama saka dan bersam pengikutnya mulai membuka hutan dan membuat sawah. Dalam prasasti – prasasti lain juga diketahui bahwa Bali sudah sejak dahulu mengenal pertanian.
Sejarah mengenai siapa yang pertama memulai subak masih belum jelas karena berbagai sumber yang ada. Ada yang mengatakan dari raja-raja terdahulu adapila yang beranggapan dari rakyatlah yang memulainya.
Subak berasal dari kata kesubakan yang lalu disingkat subak, yang memiliki arti pembagian airyang baik. Penamaan subak bisa berdasarkan nama desa (seperti Subak Luwus), berdasarkan nama tempat sumber air, seperti misalnya subak Yeh Poh, nama bangunan keagamaan yang terdekat, seperti misalnya subak Adel-dewa, waktu dan cara pembukaan tanah, seperti misalnya subak Babakan Anyar, dsb.

2.        Fungsi dan kewajiban subak
Subak adalah badan yang mempunyai hak otonomyakni hak untuk mengatur dirinya sendiri secara luas.
Hak subak :
a)      Membentuk pengurus
b)      Mengatur keuangan
c)      Membuat peraturan
d)     Melaksanakan sanksi terhadap pelanggaran anggotanya tanpa campur tangan pihak luar
e)      Menjaga ketertiban dan kesejahteraan para anggotanya

Fungsi, tugas, dan kewajiban subak:
a)      Mengatur pembagian air bagi para anggotanya
b)      Memelihara sumber-sumber air
c)      Mengatur jenis padi yang harus ditanam (baru belakangan ini)
d)     Menetapkan waktu penyiapan lahan
e)      Penaburan benih
f)       Penanaman padi
g)      Mengatur pergiliran tanah
h)      Sebagai badan perkreditan, yang meminjamkan uang pada para anggotanya dengan bunga rendah
i)        Membuat dan memelihara jalan-jalan subak atau jalan desa yang sekaligus berfungsi sebagai jalan subak
j)        Menjamin peningkatan produksi padi
k)      Melaksanakan upacara-upacara keagamaan yang berhubungan dengan persubakan
l)        Membina dan meningkatkan kerja sama yang erat antara para anggotanya, antara subak-subak dan para petani dan pemerintah
m)    Alat bantu untuk memungut Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah).
Subak adalah organisasi yang boleh bergerak keluar, seperti menjalin hubungan dengan pemerintah dalam berbagaihal dalam sektor pertanian. Subak menjadi sarana penghubung antara petani dan pemerintah. Subak merupakan jembatan yang efektif dalam melaksanakan modernisasi pertanian dari pihak pemerintah (dinas pertanian, dinas koperasi, dan lain-lain) kepada para petani di desa-desa di Bali.

3.        Organisasi Subak
Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya subak harus mendapat ijin dari pemerintah. Kebebasan subak untuk mengantar pengairan diperolehnya sejak jaman raja-raja dahulu dan dilanjutkan hingga masa kini.
Dalam melaksanakan tugasnya, subak mengkoordinasikan setiap gerak anggota guna mencapai sasaran yang tepat, yaitu pembagian air yang cukup dan adil. Peranan organisasi dan pengurus subak menjadi sangat penting.
Susunan pengurus dalam organisasi subak adalah:

Kerjasama dan Struktur Masyarakat di Desa Cibodas

1.        Pendahuluan
Penelitian ini adalah hasil pendahuluan dari suatu penelitian lapangan pada tahun 1950-1954 di sebuah desa Sunda yang bernama Cibodas yang termasuk dalam Kecamatan Lembang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan oleh penulis, bekerjasama dengan ahli pertanian Kampto Utomo dan dengan bantuan para mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Indonesia, di Bogor.

2.        Struktur Masyarakat Pertanian di Cibodas
Ada dua prinsip yang saling melengkapi yang membagi masyarakat desa Cibodas ke dalam dua kelompok sosial yang pada dasarnya berbeda, yaitu di satu pihak “mengabdi” dan di lain pihak “memerintah” atau “memperabdi”. Kata-kata mengabdi digunakan dalam pengertian “menyerah” atau  “menyerahkan diri” kepada seseorang yang memberikan perintah dan suruhan, memberikan pekerjaan, mempunyai orang lain untuk melayaninya, dan dalam beberapa keadaan memberikan perlindungan. Atas dasar kedua prinsip ini, masyarakat desa dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok: kelompok buruh  tani dan kelompok petani bebas.

3.        Buruh tani
Buruh Tani sama sekali tidak mempunyai tanah atau tidak mempunyai cukup tanah yang berkualitas baik guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya dan ia juga tidak mempunyai latar belakang kecerdasan yang diperlukan untuk mengurus suatu usaha pertanian. Tetapi harus ditekankan di sini bahwa ciri terpenting dari buruh tani bukanlah tidak adanya atau tidak cukupnya tanah yang dimilikinya, tetapi sikapnya yang menyerahkan diri kepada orang yang dilayaninya).
Empat puluh empat persen keluarga yang terdapat di Cibodas sama sekali tidak memiliki tanah. Di sini buruh tani itu lagi memperlihatkan dirinya dalam peranan “mengabdi”. Dua puluh lima persen dari keluarga di Cibodas itu hanya memiliki tanah pekarangan, di mana terdapat tempat kediaman mereka, bersama dengan tempat kediaman kerabat tedekat. Dua puluh tiga persen dari para penduduk termasuk ke dalam kelompok pemilik tanah sempit.
Jadi, buruh tani itu terdiri dari kira-kira sembilan puluh persen dari jumlah penduduk desa (walaupun angka itu harus dilihat hanya sebagai perkiraan yang amat kasar saja).
Setelah mengadakan pembedaan yang penting antara buruh tani dan petani bebas di Cibodas, maka “praktis”lah kiranya untuk selanjutnya membagi buruh-buruh pertanian itu ke dalam dua sub-kelompok.

Buruh Tani dalam Arti Sesungguhnya
Untuk maksud-maksud penelitian ini ciri-ciri buruh tani yang sesungguhnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Senin, 05 Oktober 2015

Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia (Koentjaraningrat)

Mendefinisikan Faktor-faktor Mental
1) Sistem Nilai Budaya dan Sikap
Faktor-faktor mental adalah pengetahuan mengenai sistem nilai budaya atau cultural value system dan mengenai sikap atau attitude. Sistem nilai budaya itu merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan tak berharga dalam hidup.
      
Suatu contoh dari suatu unsur nilai budaya yang bisa merintangi pembangunan ekonomi adalah misalnya konsepsi yang menilai tinggi masa yang lampau saja, tetapi meremehkan peninjau terhadap masa depan. Suatu sikap merupakan kecondongan yang berasal dari dalam diri si individu untuk berkelakuan dengan suatu pola tertentu, terhadap suatu objek berupa manusia, hewan atau benda, akibat pendirian dan perasaannya terhadap objek tersebut. (Elok Paikoh - 155040101111013)

Contoh sikap yang bisa merintangi pembangunan ekonomi adalah sikap segan terhadap tiap-tiap tugas yang membutuhkan bekerja dengan tangan, dan karena itu lebih suka untuk bekerja sebagai pegawai di belakang meja tulis saja.

Suatu nilai-budaya juga bisa mempengaruhi tindakan manusia secara langsung dan menyebabkan timbulnya pola-pola cara berpikir yang tertentu pada si individu yang bersangkutan. Untuk menyebut suatu contoh: ada nilai budaya yang menganggap penting konsepsi bahwa dalam kehidupan masyarakat itu orang amat tergantung kepada sesamanya, dan karena itu orang harus selalu ingat terhadap sesamanya, contohnya sesorang akan memberi suguhan lebih pada tetangganya hingga mungkin melebihi batasan kemampuannya saat ia ada pesta atau acara, dan mereka berpikiran bahwa suatu saat nanti mereka yang dijamu akan membalas, sehingga tidak apa mereka mengeluarkan banyak biaya.

Sikap yang merupakan kecondongan untuk bereaksi bisa juga secara langsung mempengaruhi tindakan. Misalnya seseorang yang mencari alasan untuk membenarkan tindakan-tindakan yang dilakukannya. Dipandang dari sudut apa yang terurai di atas maka baik nilai-budaya maupun sikap bisa mempengaruhi tindakan manusia baik secara langsung, maupun melalui pola-pola cara berpikir. Suatu sistem nilai budaya itu terperinci lagi ke dalam apa yang disebut norma-norma dan norma-norma. Bentuk yang nyata dari norma-norma itu bermacam-macam; ada yang berbentuk undang-undang, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, aturan-aturan adat, aturan-aturan sopan santun pergaulan dan sebagainya, masing-masing dengan fungsi-fungsinya sendiri guna mengatur kehidupan kemasyarakatan yang kompleks itu. (Fijanatin Alya – 155040101111011)


Senin, 28 September 2015

ASSET-BASED COMMUNITY DEVELOPMENT

Introduction

This chapter discusses community development from the perspective of concentrating and building on community assets rather than focus ig on needs and problems. This chapter outlines the major steps in planning for an asset-based community developments strategy.

Definition of community development

In chapter one, community development is both a process and an outcome, as seen in the various definitions from the literature. More definition about community development in the context of asset, to further characterize community development.

”Community building in all of these efforts consist of action to strength then the capacity communities to identify priorities and opportunities and to foster and sustain positive neighborhood change” (Chaskin 2001:291).

“Community development is asset building that improves the quality of life among resident of low to moderate-income communities, where communities are defined as neighborhoods or multi-neighborhoods areas” (Ferguson and Dickens 1999:5).

“Community development is defined as a planned effort to produce asset that increase the capacity of residents to improve their quality of life” (Green and Haines 2004:vii)

”Community development is a place-based approach: it concentrates on creating assets that benefit people in poor neighborhoods, largely by building and tapping links to external resources” (Vidal and Keating 2004:126).

Critical components of these definitions include:
• A place-based focus
Communities may be through of as the neighborhood, towns, village, suburbs, or cities in which people live.
Example: professional associations, sports teams, religious affiliations, service clubs.
• The building up or creation of assets
The definition of an asset is a resource or advantage within a community (of place).
• The improvement of quality of life
Quality of life is a vague notion, therefore each community must define indicators in order to be able to monitor whether or not improvement is occurring. Quality of life can refer to economic, social, psychological, physical, and political aspect of a community.